Sego Koyor

Bu Parman
Daerah sekitar Purawisata, memang menghadirkan banyak kenangan bagi setiap orang yang pernah tinggal di Jogja. Beranjak dari tahun ke tahun, daerah ini menjadi saksi perjalanan kota Yogyakarta. Tanah pekuburan, kantor pemerintahan, ndalem, Terminal Bis yang dulu dikenal banyak melahirkan orang-orang yang tinggal di sudut kota; tungkak, badran dan kricak menjadi terhidupi. Taman Hiburan Rakyat yang tidak hanya menyajikan goyang dangdut, taman bermain anak, namun juga tontonan adiluhung sendratari ramayana yang benar-benar menghibur. Purawisata memang melayani semua orang, semua kalangan tidak peduli kelas sosial apa yang ia sandang. Bahkan kadang sering juga menghadirkan kehangatan malam. Ada gerobak kecil yang kini hilang di depan, di tepi jalan jual minuman. "Jamu Cekok" penolong orang tua yang balitanya susah makan, denga mengiming-imingi balon udara untuk di bawa pulang. Toko kelontong seberang jalan yang menyediakan tembakau segala merk milik orang cina yang bergitu bersahaja. Tukang tambal ban, tukang parkir yang mencari keuntungan, para preman yang mencari sekeping uang, semua kumpul dan membaur di ruang yang bernama purawista.

Bu Parman, sejak 1968 menjadi saksi alih ubah keadaan ruang sosial itu. Setiap hari sejak jam 20.30-04.30 ia duduk, melayani, memperhatikan, perubahan ruang itu dari hari ke hari, minggu ke minggu bulan bahkan dari tahun ke tahun. Tidak hanya orang-orang, kejadian-kejadian yang melingkupinya, kebijakan-kebijakan yang di tata untuk membuat kota ini semakin nyaman dan tentram, ia sebagai perempuan yang kini sudah agak tua menjadi saksi segalanya. menandai perubahan dengan menu yang tetap dengan menambah piranti yang ada, semisal kerupuk, gorengan, telur ceplok sambel, tahu goreng, pete, iso babat, ayam goreng, rempelo ati, sayur jipang, gulai tahu dan koyor yang tidak selalu berubah. Dua tungku yang menemani, satu untuk menjerang air, satunya lagi untuk menghangatkan sayur yang ia buat. Dengan sebuah radio kecil yang memecah suasana.

"Nek mbiyen pas isih ono bature, yho wedange isih pepak, ono jeruk, tape lan liyo-liyane. Sak iki wis tuwo ora ono kancane, dadi yo ming ono teh kalih toya pethak" Begitu ia menjelaskan pelan namun cukup menggambarkan.

****
~Mungkin Kesahajaan itu yang ku cari,dan Yogyakarta memberikanku lebih~

_*_
"Tansah bungah lan sumringah"
by: pinggiropak