Bu Parman |
Bu Parman, sejak 1968 menjadi saksi alih ubah keadaan ruang sosial itu. Setiap hari sejak jam 20.30-04.30 ia duduk, melayani, memperhatikan, perubahan ruang itu dari hari ke hari, minggu ke minggu bulan bahkan dari tahun ke tahun. Tidak hanya orang-orang, kejadian-kejadian yang melingkupinya, kebijakan-kebijakan yang di tata untuk membuat kota ini semakin nyaman dan tentram, ia sebagai perempuan yang kini sudah agak tua menjadi saksi segalanya. menandai perubahan dengan menu yang tetap dengan menambah piranti yang ada, semisal kerupuk, gorengan, telur ceplok sambel, tahu goreng, pete, iso babat, ayam goreng, rempelo ati, sayur jipang, gulai tahu dan koyor yang tidak selalu berubah. Dua tungku yang menemani, satu untuk menjerang air, satunya lagi untuk menghangatkan sayur yang ia buat. Dengan sebuah radio kecil yang memecah suasana.
"Nek mbiyen pas isih ono bature, yho wedange isih pepak, ono jeruk, tape lan liyo-liyane. Sak iki wis tuwo ora ono kancane, dadi yo ming ono teh kalih toya pethak" Begitu ia menjelaskan pelan namun cukup menggambarkan.
****
~Mungkin Kesahajaan itu yang ku cari,dan Yogyakarta memberikanku lebih~
_*_
"Tansah bungah lan sumringah"
by: pinggiropak